Menuliskan
kisah cinta itu tidak mudah. Pasalnya, ini adalah rahasia pribadi. Seharusnya
tidak boleh disebarluaskan begitu saja. Tapi untuk kali ini saja akan
kuceritakan betapa pencarian cinta itu tidak mudah. Akan kuberikan gambaran
kenyataan tentang apa yang seharusnya dinamakan ‘cinta’. Kita mungkin juga
masih mencari tahu dan berusaha memahami arti kata tersebut.
Dimulai
waktu SD dulu, mungkin usiaku masih 8 tahun. Itulah pertama kalinya aku merasakan yang bernama
‘feeling’ dengan seseorang. Ada seorang gadis muda yang aku suka di kelas. Rasa
malu untuk mengungkapkan itu ada (namanya juga anak SD, -_-). Setiap hari
memendam perasaan. Pada akhirnya dia tahu, dan entah kenapa aku melupakan
begitu saja setelah dia tahu. CINTA sesaat. Kalau orang tua2 bilang ini ’CINTA
MONYET’. Tapi dari situlah perjalananku dimulai.
Kemudian di SMP. Beberapa kali mengalami yang namanya
’jatuh cinta’. Ada juga sih yang suka denganku (hehe^_^). Waktu itu juga aku
baru mengenal yang namanya ’pacaran’. Beberapa
gadis yang masih SMP juga mulai menarik perhatianku. Terus terang aku suka
mereka karena mereka cantik (menurutku). Tapi akhirnya aku sadar bahwa ini
hanya nafsu.
Usia SMP masanya akil baligh. Dan sampai saat itu juga
aku mulai berpikir untuk apa pacaran ? Pernah suatu hari aku bertanya pada guru
agama ; ”Bu, pacaran itu boleh atau tidak ?”. Dan beliau pun menjawab sambil
(sedikit) tertawa ; ”Pacaran itu boleh, tapi kamu harus tahu akan kewajibanmu
dan tidak boleh ’berlebihan’ ya...” (kalau tidak salah sih,-_-). Yah, terlepas
bahwa apakah pacaran itu benar atau tidak. Kurasa kita juga memiliki aturan
tentang batasan dari berhubungan dengan lawan jenis. Setiap agama pun pasti
memiliki aturan2 tersebut. Mungkin itu yang dimaksud oleh guru agama.
Kemudian akupun mulai mencari tahu tentang apa sebenarnya
yang dimaksud dengan pacaran. Adakah batasan yang jelas disana ? Lalu bagaimana
dengan cinta, apakah selama ini memang nafsu ? Akupun bertekad untuk tidak
pacaran dengan alasan hal seperti itu tidak berguna, membuang-buang waktu,
banyak pengeluaran, dan cuma sementara. Dan...mulailah aku mengenal ‘dia’.
Berawal dari dikenalkan teman, bertukar nomor handphone,
hingga melalui dunia cyber. Aku mulai menyukai seseorang. Tidak secara fisik,
namun perasaan. Sampai saat ini kami bahkan hanya bertemu 3 kali. Mungkin juga
bertukar foto, tapi kita tidak bisa percaya begitu sajakan dengan foto ?
Sebelum kami bertemu aku sudah menyukainya. Mungkin belum sampai pada tahap
‘cinta’ tapi aku punya keyakinan.
Kami kenalan waktu kelas 2 SMA. Waktu itu hanya smsan dan
telepon-teleponan. Dia punya sesuatu hal menarik yang aku yakin tidak dimiliki
oarang lain selain dia. Aku yakin kalau ini bisa berlanjut. Namun sebelum
keyakinan itu ada, aku belum melihat seperti apa dirinya, bagaimana hati, dan
pemikirannya yang sebenarnya. Apakah dia juga melihat dengan nafsu ? Aku belum
mengetahuinya. Hingga keterbukaan dan kejujuran kamilah yang membuat adanya
ketulusan di hati masing-masing.
Kami juga berniat untuk tidak pacaran. Namun kami juga
tidak bisa membohongi diri sendiri bahwa
kami saling menyukai. Aku yakin begitu. Dan inilah pertama kalinya aku
menyatakan cinta kepada seseorang. Secara terang-terangan. Meskipun aku belum
mengerti betul apa arti ’cinta’.
Keyakinan itu ada kalau kita memiliki keinginan. Begitu
pula aku terhadapnya. Aku menginginkannya (bukan dalam arti tidak baik), mengharapkannya
menjadi pendampingku kelak. Dan aku yakinkan itu pada diriku sendiri. Aku mulai
memahami apa arti dari semua ini.
CINTA yang
sebenarnya hanya CINTA kita kepada TUHAN YANG MAHA ESA, tidak dapat
disandingkan dengan yang lain.
Sebagaimana aku terhadapnya juga merupakan rasa
suka-menyukai. Cinta kepada Tuhan tidak dapat diserahkan kepada yang lain. Tapi
aku tetap memiliki keinginan untuk memilihnya.
Dalam agama, kita diajarkan untuk memilih pasangan hidup
mulai dari paras/wajah, harta, tahta dan ilmu. Namun yang terutama adalah
memilih bersarkan ’IBADAH’. Dan kuakui, kriteria ini tidak terdapat pada gadis
yang aku pilih untuk menjadi pendamping hidupku.
Aku menyukainya karena dia unik dan berbeda dengan yang
lain. Tapi kenyataan mengatakan tidak kepada
diriku. Keidealismenya menjadi penghalang utama dalam proses ’memilih’ ini. Aku
menghargai itu. Karena akupun ingin dia mendapatkan yang terbaik dalam
hidupnya. Dan inilah akhir dari keinginan besarku untuk memilikinya.
Aku mulai berpikir kembali. Tentang apa yang sudah
kulakukan selama ini. Apa yang sudah kulakukan itu salah ? Aku tidak menemukan
jawabannya. Tapi ada sebuah kalimat yang aku pahami; ”Mantan ada bukan untuk dilupakan, namun untuk diikhlaskan”.
Setelah kejadian itu, prinsip ’ketidakingin pacaranku
hancur’. Secara tidak sengaja aku kini terikat dengan seorang gadis yang dulu
juga aku sukai. Aku mulai membenahi diri kembali karena kini aku sudah mengerti
apa arti ’CINTA’. (^_^).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar