Harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae) hanya ditemukan di Pulau Sumatra
di Indonesia,
merupakan satu dari enam sub-spesies harimau yang masih bertahan hidup hingga
saat ini dan termasuk dalam klasifikasi satwa kritis yang terancam punah
(critically endangered) dalam daftar merah spesies terancam yang dirilis Lembaga
Konservasi Dunia IUCN.
Populasi liar diperkirakan antara 400-500 ekor, terutama hidup di Taman-taman nasional di Sumatra. Uji genetik mutakhir telah mengungkapkan tanda-tanda
genetik yang unik, yang menandakan bahwa subspesies ini mungkin berkembang
menjadi spesies terpisah, bila berhasil lestari.
Penghancuran habitat adalah ancaman terbesar terhadap
populasi saat ini. Pembalakan tetap berlangsung bahkan di taman nasional yang
seharusnya dilindungi. Tercatat 66 ekor harimau
terbunuh antara 1998 dan 2000.
Harimau Sumatra juga mampu berenang dan memanjat pohon
ketika memburu mangsa. Luas kawasan perburuan Harimau Sumatra tidak diketahui
dengan tepat, tetapi diperkirakan bahwa 4-5 ekor Harimau Sumatra dewasa
memerlukan kawasan jelajah seluas 100 kilometer di kawasan dataran rendah
dengan jumlah hewan buruan yang optimal (tidak diburu oleh manusia). Aumannya
bisa didengar hingga 1 Km. Menurut Nasir, harimau terusik ketenanganya
mendengar suara chainsaw dari mesin pemotong kayu sehingga tidak sampai dua jam
harimau bisa mencari lokasi suara yang membisingkan itu (www.walhi.or.id).
Harimau
sumatera dapat ditemukan pada berbagai tipe habitat mulai ketinggian 0 sampai
2000 m dpl dan hidup soliter (Karanth 2001; O’Brien et al. 2003)). Secara umum,
satwa mangsa potensial harimau di antaranya, adalah babi hutan (Sus scrofa),
rusa sambar (Cervus unicolor), kijang (Muntiacus muntjak), napu (Tragulus
napu), kancil (Tragulus javanicus) dan beruk (Macaca nemestrina) (Raharyono
& Paripurno 2001; O’Brien et al. 2003). Karanth & Sunquist (1995) dan
Sunquist et al. (1999) menyatakan bahwa harimau lebih menyukai mangsa dengan
biomass di atas 20 kg sebagai satwa mangsa utama.
Aktivitas harian harimau sumatera di
lokasi penelitian ditemukan pada siang hari (52%) dan malam hari (48%)
(Hutajulu, 2007). Satwa mangsa harimau seperti kijang, pelanduk, beruk dan babi
hutan, persen waktu aktivitas siang hari lebih lama dibandingkan malam hari.
Rusa sambar, persen waktu aktivitas malam cenderung lebih lama daripada siang
hari.
Berdasarkan data
waktu photographic capture, waktu aktivitas harimau sumatera dan macan
dahan saling tumpang tindih (overlap). Aktivitas harian harimau sumatera
cenderung krepuskular (aktif selama saat remang-remang di peralihan hari, wikipedia.org) dan macan dahan nokturnal
(Hutajulu, 2007). Kawanishi & Sunquist (2004) juga menemukan hal serupa di
Taman Negara, Merapoh, Malaysia. Hal tersebut tidak sesuai dengan sebagian
besar literatur yang menyatakan bahwa pola aktivitas harimau sumatera adalah
nokturnal. Waktu aktif harimau sumatera pada siang hari ditemukan hampir
sepanjang hari terkecuali pada pukul 12:00-12:59 dan 16:00 sampai 17:59 dan
pada malam hari tidak ditemukan aktivitas pada pukul 05:00-05:59 pagi
(Hutajulu, 2007).
Pola aktivitas harimau sumatera
dapat dikatakan mengikuti pola aktivitas satwa mangsa,
yaitu krepuskular dan diurnal (seperti kijang, beruk, babi hutan dan
pelanduk) dan nokturnal (seperti rusa sambar). Kemungkinan hal tersebut
berhubungan dengan pemangsaan. Pada siang hari, kemungkinan
harimau memangsa
jenis-jenis yang melakukan aktivitas seperti babi hutan, beruk dan kijang dan
pada malam hari melakukan pemangsaan terhadap rusa dan
pelanduk. Karanth & Sunquist (1995) menyatakan bahwa harimau memerlukan makanan
tiga kali lebih banyak daripada macan dahan. Oleh sebab itu,
dibutuhkan waktu lebih lama untuk mencari mangsa yang juga berhubungan
dengan kepadatan satwa mangsa pada suatu lokasi. Perubahan pola
aktivitas harian harimau sumatera juga kemungkinan disebabkan oleh
tekanan dari manusia yang banyak beraktivitas di dalam kawasan dan di
pinggir kawasan sehingga menyebabkan perubahan kualitas habitat dan
menurunnya kelimpahan satwa mangsa utama. Hal serupa juga ditemukan
Griffiths & Schaick (1993a).
Secara umum, lokasi harimau
ditemukan dapat dikatakan tergolong dekat dari
sungai. Sunquist (1981) menemukan bahwa harimau menyukai habitat pinggir sungai
(riverine habitat). Sungai merupakan tempat berkumpul satwa dan
keberadaan harimau dekat dengan sungai kemungkinan berhubungan
dengan pemangsaan. Karanth (2001) menyatakan bahwa harimau
merupakan jenis yang suka air dan perenang yang handal. Suhu harian yang
mencapai 33oC tergolong tinggi memungkinkan bagi harimau untuk menurunkan suhu tubuh dengan berendam di sungai. Luas habitat, ketersediaan makanan,
kepadatan populasi, tempat berkembang biak, pemangsaan, musim kawin,
sumber air dapat mempengaruhi pergerakan satwa (Alikodra
2002; Karanth
& Chundawat 2002; Sunquist 1981).
A.
Ciri-ciri
1.
Ukuran
tubuh adalah yang paling kecil diantara semua spesies kucing besar (Panthera)
dan
sangat sulit diamati secara kasat mata di alam,
memudahkannya menjelajahi rimba
2.
Warna paling gelap diantara semua
subspesies harimau lainnya
3.
Pola hitamnya berukuran lebar dan
lebih tipis daripada subspesies harimau lain
dan jarak antar garis rapat kadang kala dempet
4.
Harimau Sumatra jantan memiliki
panjang rata-rata 92 inci dari kepala ekor atau sekitar 250 cm (antara 2,2-2,8 m) panjang
dari kepala hingga kaki dengan berat 300 pound atau sekitar 140kg, sedangkan
tinggi dari jantan dewasa dapat mencapai 60cm
5.
Harimau betinanya rata-rata memiliki
panjang 78 inci atau sekitar 198cm (2,15-2,3 m) dan berat 200 pound atau
sekitar 91kg (berat jantan dan betina antara 130 sampai 255 Kg)
6.
Warna kulit Harimau Sumatra
merupakan yang paling gelap dari seluruh harimau, mulai dari kuning kemerah-merahan
hingga oranye tua
7.
Subspesies ini juga punya lebih
banyak janggut serta surai dibandingkan subspesies lain, terutama harimau
jantan
8.
Terdapat selaput di sela-sela
jarinya yang menjadikan mereka mampu berenang cepat.
9.
Harimau ini diketahui menyudutkan
mangsanya ke air, terutama bila binatang buruan tersebut lambat berenang
10. Bulunya berubah warna menjadi hijau gelap ketika melahirkan.
B.
Habitat
- Hanya ditemukan di pulau Sumatra
- Mampu hidup di manapun, dari hutan dataran rendah sampai hutan pegunungan, dan tinggal di banyak tempat yang tak terlindungi
- Hanya sekitar 400 ekor tinggal di cagar alam dan taman nasional, dan sisanya tersebar di daerah-daerah lain yang ditebang untuk pertanian, juga terdapat lebih kurang 250 ekor lagi yang dipelihara di kebun binatang di seluruh dunia
- Karena habitat yang semakin sempit dan berkurang, maka harimau terpaksa memasuki wilayah yang lebih dekat dengan manusia
- Makanan
- Makanan Harimau Sumatra tergantung tempat tinggalnya dan seberapa berlimpah mangsanya
- Memakan apapun yang dapat ditangkap, umumnya celeng dan rusa, dan kadang-kadang unggas atau ikan. Orangutan juga dapat jadi mangsa, tetapi mereka jarang menghabiskan waktu di permukaan tanah, dan karena itu jarang ditangkap harimau.
- Menurut penduduk setempat harimau sumatra juga gemar makan durian
- Reproduksi
- Harimau Sumatra dapat berbiak kapan saja
- Masa kehamilan adalah sekitar 103 hari
- Biasanya harimau betina melahirkan 2 atau 3 ekor anak harimau sekaligus, dan paling banyak 6 ekor
- Mata anak harimau baru terbuka pada hari kesepuluh, meskipun anak harimau di kebun binatang ada yang tercatat lahir dengan mata terbuka
- Anak harimau hanya minum air susu induknya selama 8 minggu pertama
- Setelah 8 minggu pertama anakan harimau dapat mencoba makanan padat, namun mereka masih menyusu selama 5 atau 6 bulan
- Anak harimau pertama kali meninggalkan sarang pada umur 2 minggu, dan belajar berburu pada umur 6 bulan
- Anak-anak harimau dapat berburu sendirian pada umur 18 bulan, dan pada umur 2 tahun anak harimau dapat berdiri sendiri
- Harimau Sumatra dapat hidup selama 15 tahun di alam liar, dan 20 tahun dalam kurungan.
Sumber :
- - id.wikipedia.org
- - Hutajulu, MB. 2007. STUDI KARAKTERISTIK EKOLOGI
HARIMAU SUMATERA [Panthera tigris sumatrae (Pocock 1929)] BERDASARKAN CAMERA
TRAP DI LANSEKAP TESSO NILO–BUKIT TIGAPULUH, RIAU. Universitas Indonesia,
Depok.
Hasil diskusi hari Selasa, 1 Mei 2012
oleh: Kelompok Panthera, KMPV Pet and Wild Animal
FKH UNAIR